Saturday 26 May 2012

melihat kuda di tengah kota. jengah

Selepas pulang dr acara nulis bareng penerbit bukune, di kafe buku depok, saya tercengang melihat motor yang hampir saja menabrak saya hanya karena seekor kuda yang ikut terseret di dalam kemacetan  lampu merah lebak bulus, tiba tiba saja kuda itu mengambil jalur kanan. Bayangkan, apa rasanya menjadi kuda berwajah sedih itu, tengok saja, ia mengibas ekor dengan terpaksa, menghirup udara kotor knalpot, terbakar matahari dan ikutan berkeringat di tengah panasnya jakarta. Ia seperti meminta tolong kepada saya, berbisik pelan agar diberikan satu petak rerumputan untuk berpijak kembali pada alam. Menghirup udara bersih perternakan. Tapi apa daya, aku tak mampu berbuat banyak. Aku tercengah, menatap kusir yang memaki mereka, memaksa mereka menghirup asap knalpot dan bermcet macet ria. Aku sadar sekali, kusir itu butuh uang buat menghidupi keluarganya, untuk membiayai tagihan tagihan sadis akibat semakin mahalnya biaya hidup di ibukota. Aku sadar betul hal itu, tapi aku menginginkan keadilan. Bahwa manusia dan binatang harusnya bisa bersinkronisasi. Bahwa binatang membutuhkan habitatnya, sedangkan manusia biarkan saja mereka berpijak di ibukota. Jangan bawa mereka, saya mohon, kembalikan mereka.

No comments:

Post a Comment