Wednesday 30 November 2011

Sang Wanita




Hujan menyeret sang wanita dalam lubang kekecewaan yang semakin dalam. Beku. Dalam cermin, sinar wanita telah mati sekalipun ia tersenyum memaksakan diri, sekalipun ia berlari, bahkan melompat mencoba menembus kabut. Ia menatap kosong,menyembunyikan emosi yang membara, membiarkan marah bergemuruh dan tumbuh sekali lagi dalam jiwa.


Seakan-akan tenang, ia berjalan dalam sepi, memanjatkan doa pada sang pencipta yang telah membawa adam ke bumi, terdengar lirih dalam satu kalimat penuh pengharapan, memohon agar ia mampu melewati parit gelap bahwa terang akan segera datang seiring Matahari esok pada jam 5 dini hari.

Ini hanya satu titik kehidupan yang harus ia hadapi. Tuhan memberikan kejadian, mengingatkan bahwa manusia bukan nabi sehingga ekpetasi menjadi imagi yang sempurna adalah bentuk kesombongan

wanita berlari pulang, mengaku kalah.
Merasa jengah, merasa rapuh
meski meragu untuk melangkah
namun petunjuk Tuhan sudah sangat jelas
Hujan tidak lagi memberikan ketenangan